noerimakaltsum.com. Guru dan orang tua adalah mitra. Guru dan orang tua bekerja sama
dalam mendidik anak-anak. Di sekolah anak-anak dididik oleh guru. Saat di
rumah, kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya.
Guru sudah memiliki pengetahuan yang cukup sebagai modal atau #alatperang
untuk mengajar dalam kurun waktu tertentu. Bahkan, keterampilannya mengajar
sudah dipelajari dan dipraktikkan sejak kuliah di FKIP. Paling tidak saat
melakukan Praktik Pengalaman Lapangan, seorang mahasiswa sudah harus siap di
kemudian hari untuk mengajar.
Berbeda dengan orang tua yang belum memiliki pengalaman
mengajar. Bahkan, saat ini ilmu yang dipelajari puluhan tahun yang silam
mungkin sudah dilupakan atau tidak lagi diingat. Dengan demikian, jelaslah bila
orang tua kadang hanya memiliki pengetahuan terbatas dan tidak semua orang tua
bisa "menyampaikan materi" seperti halnya guru.
Barangkali orang tuanya pintar, tapi menyampaikan ke anak mbulet muter-muter sampai orang tua dan
anak pusing sama-sama pusing dan bingung. Karena apa? Karena tidak semua orang
tua memiliki keterampilan mengajar. La
wong guru saya kelas 1 SMA dulu juga sangat pintar, tetapi beliau menyampaikan
materi mbulet dengan kalimat tidak
efektif diulang-ulang. Hasilnya bagaimana? Yang kami ingat-ingat adalah kalimat
yang diulang-ulang, bukan inti materi pelajaran. Lalu materi pelajarannya
bagaimana? Ora dong blas alias sama
sekali tidak paham. Sebagian besar dari teman-teman tidak paham.
Selanjutnya, masalah waktu. Sebagian orang tua kemungkinan baik
di rumah maupun masih bekerja di luar rumah, sama-sama bekerja. Bila work at home karena memang pekerjaan
kantor "terpaksa dikerjakan di rumah" itu artinya hanya memiliki
waktu terbatas untuk mendampingi anak-anaknya.
Seorang kerabat memiliki 4 anak yang masih sekolah. Keempat anak
ini tingkat pendidikannya berbeda. Diterapkan learn at home karena keadaan memaksa demikian. Anak-anak diberi PR
banyak semua. Orang tua ikut mumet
karena selama ini belum pernah menerapkan homeschooling.
Kadang tugas yang diberikan oleh guru tidak ada di buku pelajaran. Parahnya
tugas ini sifatnya berbatas waktu. Jadi,
tugasnya dikumpulkan hari itu juga lewat email, whatsapp, dan lain-lain.
Memang benar adanya kewajiban orang tua adalah mendampingi
anak-anak saat learn at home. Namun,
orang tua tetap berbeda dengan guru. Gurunya
‘kan mengajar materi yang itu-itu saja alias nglothok di luar kepala.
Pada awal diputuskan learn
at home bukan berarti anak diberi tugas setumpuk agar tidak hanya bermain. Coba,
ditinjau kembali sebenarnya 14 hari anak di rumah itu tujuannya bukan
semata-mata untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah di rumah, melainkan
untuk memutus penyebaran COVID-19
(sepertinya begitu)
Banyak orang tua yang mengeluh karena beban pekerjaan di rumah
semakin bertambah dan berpotensi menyumbang stress dan penyakit darah tinggi. Orang
tua berdoa semoga Covid-19 segera lenyap dari bumi Indonesia. Anak-anak akan
kembali ke sekolah. Orang tua akan kembali bekerja di luar rumah, baik kantor,
pasar, rumah sakit atau di luar rumah. Anak-anak kembali belajar dengan tenang.
Demikian pendapat saya. Apa pendapatmu? Kita tidak harus sama. Kita
boleh beda pendapat karena perbedaan menunjukkan keberagaman.
#tinggaldirumahaja
#catatanimapenulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar