KESEMPATAN KEDUA
Kesempatan kedua itu
akhirnya hilang begitu saja. Lia sudah tidak berharap bisa bersama Andi. Andi telah
memilih perempuan lain yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya. Mungkin ini
adalah jalan hidupnya. Lia harus mengikhlaskan orang-orang yang dicintainya
pergi. Ardian pergi untuk selama-lamanya pada H-7 sebelum pernikahan mereka. Lalu
Andi pergi darinya dan memutuskan menikah dengan perempuan yang lain.
Lia ragu-ragu untuk
menghubungi Andi. Dia tidak ingin mengganggu kehidupan Andi. Akhirnya Lia memutuskan
menelepon Andi. Dia cuma ingin bertemu, mungkin untuk terakhir kalinya. Setelah
ini dia tidak akan mengganggu lagi.
“Ndi, aku Lia. Kamu ada
waktu atau tidak hari ini?”
“Bisa. Di mana?”
“Tempat biasa. Warung bebek
goreng. Jam berapa?”
“Sekarang juga bisa. Kamu
tunggu. Aku jemput kamu saja.”
“Nggak usah. Aku langsung
ke warung.”
“Ada yang kamu
sembunyikan, Lia?”
“Nggak kok.”
“Ya, sudah. Aku jemput
kamu!”
Tak lama kemudian Andi
sudah sampai di teras rumah.
“Sudah siap?”
Lia mengangguk. Andi menggandeng
tangannya. Mereka berpandangan. Ada gemuruh di dada Lia. Seharusnya Andi tak
melakukan itu. Ketika turun dari kendaraan dan mereka berjalan pun, Andi
menggandeng tangannya.
Sambil menunggu
pesanan datang, keduanya menikmati kudapan yang ada di meja. Lia memasukkan
smartphone-nya.
“Bagaimana acara
keluargamu tempo hari?”
“Batal. Calon istriku
ada keperluan mendadak dan tidak bisa datang. Jadi, acara ditangguhkan. Sekarang
aku mau menunjukkan foto calon istriku. Aku sih berharap, sebagai sahabat, semoga
kamu mendukung!”
“Nggak usah
ditunjukkan, aku juga mendukung, kok.”
Rasanya perih banget
ketika Andi memaksanya untuk melihat foto yang ditunjukkannya. Andi menunjukkan
foto perempuan yang kelak akan dinikahinya. Lia tidak percaya, mukanya berkerut. Andi tersenyum..
“Lia, dulu aku
kehilangan kesempatan untuk mendekatimu karena Mas Dian lebih dahulu
mengungkapkan perasaannya padamu. Setelah Mas Dian tidak ada, aku berharap ada
kesempatan kedua. Nyatanya kamu benar-benar menutup diri. Sebenarnya acara
keluarga saat seratus hari meninggalnya Mas Dian, aku mau memperkenalkan kamu
di hadapan keluarga. Ya, ternyata kamu kembali ke Surabaya dan sengaja
mematikan smartphone.”
“Maafkan aku.”
“Jadi, kamu membuka
kesempatan kedua untukku atau tidak?”
“Benarkah, tidak ada
perempuan lain di hatimu?”
“Percayalah, Lia.
Besok kita pulang minta restu orang tua dan mengurus administrasi.”
Lia menitikkan air
mata bahagia.
“Nggak usah cengeng. Gitu
aja nangis.”
00000
Baca sebelumnya: http://www.noerimakaltsum.com/2020/11/biarkan-aku-pergi-fiksi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar