Suatu hari seorang teman lama bilang, "Jeng Ima, waktu SD kamu tuh ndaho. Pakai baju lengannya dilinthing. Rambut pendek. Beda banget dengan teman lainnya."
"Kamu nggak tahu ya? Itulah kami, saya dan saudara-saudara. Percaya diri, nggak minder, nyleneh, agar tidak dipandang remeh oleh orang lain. Sebab kami berasal dari keluarga miskin. Kami berusaha menjadi otang yang berbeda, harus pinter, harus mandiri, dan mampu mengatasi kesulitan."
"Nggak nyangka, kehebohanmu saat SD masih terbawa sampai sekarang."
"Meskipun miskin, kita kudu punya power."
Saya sering bercerita pada kedua anak saya. Bahwasanya mamanya berlatar belakang dari keluarga miskin tapi harus punya kelebihan. Kelebihan itulah yang kami jadikan power.
Sebab itulah anak-anak paham mengapa saya dan saudara-saudara bisa bergaul dengan siapa saja. Alhamdulillah, setelah berkeluarga tidak mendapatkan kesulitan ekonomi. Semuanya baik-baik saja.
Seorang teman lama, berasal dari keluarga kaya. Usahanya berhasil. Punya warung makan yang sudah terkenal di Yogyakarta, tapi teman saya tidak percaya diri. Apalagi bertemu dengan orang banyak. Untuk memunculkan rasa percaya diri, dia setiap hari "minum".
Komentar saya ketika teman-teman lainnya memberi tahu.
"Ponijo kurang apa, coba? Kaya, usaha berhasil, karyawan banyak, harta melimpah. Seharusnya dia lebih percaya diri. Dia punya power. Aku yang miskin saja percaya diri, Ponijo kok nggak pede? Ngapain pakai mendem segala?"
Olala, ternyata kelebihan harta tak menjamin tumbuh percaya diri. Kuncinya bersyukur, banyak srawung, silaturahmi. Selain rezeki bertambah lancar, juga relasi makin kuat.
Kemarin saya sampai bilang pada Ponijo, saya miskin tapi tetap percaya diri, nggak minder.
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar