F2 bilang bahwasanya jahitan celananya sobek.
"Ini bukan sobek, namanya dhedhel. Pakai celana pendek yang lain. Nanti mami jahit."
Suatu saat celana merah seragamnya sobek karena kena benda tajam. Ketika F2 berada di kamar mandi, saya mulai menjahit dengan tangan. Ketika F2 mau mengenakan seragam sudah tinggal pakai.
Suatu saat saya melihat anak remaja (sudah mengenal dekat) yang memakai celana kekecilan, sobek sana sini. Saya menyampaikan pada remaja tersebut.
"Minta tolong, celananya ganti dahulu. Kalau kamu nggak bisa menemukan celana yang lain maka pakailah sarung. Nanti bilang ibuk, pakaian yang kekecilan baik celana maupun kaos disimpan dan tidak usah dipakai lagi. Kamu sudah besar, lo. Pakaian kekecilan kan dipakai juga nggak nyaman."
Hari yang lain saya mendapatkan anak kecil yang celananya bolong karena jahitannya rusak sehingga celana dalamnya kelihatan.
"Nanti bilang ibuk, celananya dijahit karena bolong."
Saya mulai merasa lucu melihat anak-anak dan bagaimana perhatian orang tuanya terhadap mereka. Ibu mereka mencuci pakaian sendiri, menyeterika sendiri. Kok celana anak bolong nggak segera bertindak?
Sesekali saya mengumpulkan pakaian yang sudah kering, menyisihkan bila ada yang rusak meski sedikit. Walaupun hanya pakaian harian di rumah, saya usahakan F2 bebas memakai tanpa ada rasa risih. Celana suami bagian kelim rusak, segera saya perbaiki.
Selain soal pakaian, saya juga merasa sangat heran dengan orang tua yang tak memperhatikan anak soal belajar. Seolah cul, anak dibiarkan sendiri. Sampai sekarang saya masih perlu mendampingi F2 belajar. Seminggu 2 kali F2 mengikuti les di luar rumah. Sampai di rumah F2 maunya bersantai-santai. Saya berusaha membacakannya materi pelajaran. Terhadap anak les pun demikian. Kalau anak lagi malas les, saya membacakannya.
Salah siapa bila anak tidak ada motivasi belajar karena orang tuanya sibuk? Hasil belajar merosot karena anak tidak mempersiapkan diri saat mau PTS atau PAS. Orang tua baru menyadari saat menerima laporan hasil belajar.
Bapak dan ibu, berikanlah perhatian buat anak-anaknya yang masih sekolah (sampai kelas 9 SMP). Sesekali awasi mereka saat berada di meja belajar dan memegang hp. Kalau perlu bapak dan ibu ikut terlibat saat anak-anak kesulitan menjawab soal.
Kelak anak-anak akan mengingat bagaimana orang tua memperlakukan dan memperhatikan mereka saat masih kecil. Tidak sedikit anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian penuh dari orang tuanya karena salah satu dari orang tua sudah wafat. Anak-anak sering merasa iri terhadap teman-teman yang bapak ibunya sehat wal afiat bisa mendampingi mereka. Jangan sampai anak-anak merasa yatim piatu karena keberadaan orang tua hanya sebatas fisik.
Yuk, perhatikan anak-anak mulai sekarang.
#catatanimapenulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar