Saya bilang pada seorang remaja putra, "salatlah 5 waktu. Luangkan waktumu paling tidak 5 menit untuk salat dan berdoa. Subuh salat jam berapa?"
Anak itu tersenyum lalu menggeleng.
"Magrib dan Isya salat nggak?"
"Tidak."
"Jadi, kapan kamu salat?"
"Di sekolah, Zuhur dan Asar."
"Berarti kalau libur sekolah nggak salat?"
"Nggak."
"Di rumah yang salat siapa?"
"Ibuk."
"Kakak?"
"Nggak."
"Bapak?"
"Nggak."
"Ya Allah. Siapa yang mendoakan bapak dan ibu kalau kamu dan kakak nggak mendoakan? Siapa yang mendoakan kamu kalau kamu sendiri tidak berdoa. Mulai hari ini salatlah 5 waktu meski terpaksa."
"Kalau tiap rakaat cuma baca Al Fatihah boleh nggak?"
"Boleh. Itu salat minimalis. Tapi ya mosok kamu nggak akan baca surat-surat pendek? Kamu salat kok buru-buru mau ngapain? Ngegame saja 2 jam berturut-turut betah, pegang hape sampai tidur padahal hape tetap menyala kamu lakukan. Salat cuma sebentar saja ditinggalkan. Salatlah meski terpaksa. Terpaksa masuk surga tak apa daripada masuk neraka secara suka rela."
Remaja 18 tahun itu memandang saya. Selain salat, saya juga mengingatkan untuk membaca Al Qur'an. Berat? Tidak bagi orang yang takwa.
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar