Ketika saya diberhentikan mengajar secara sepihak dengan alasan tak masuk akal, saya tetap optimis. Ya, walaupun tak bisa lagi mengajar di sekolah tapi saya yakin bahwa Allah akan tetap memberi rezeki pada saya. Allah Yang Mahakaya memberikan rezeki lewat tumbuhan yang saya tanam dan ternak yang saya rawat.
Dari luar saya memang kelihatan pengangguran, dolan sana sini, bolak balik mudik, tapi tetap punya penghasilan.
Dulu pasti ada yang sorak sorai tepuk tangan ketika saya berhasil "dipecat". Pasti dong! Sayang, sorak soraimu tetap membuatmu belum puas.
Ketika kamu tepuk tangan, saya tidak menangis di pojokan kamar. Dalam hening malam saya berdoa. Ya Allah, mudahkan saya mencari rezeki di muka bumi ini agar tahun 2020 saya tetap bisa berangkat haji, bisa melunasi ONH dan membawa uang saku ke tanah suci. Bisa jajan bakso, gorengan, dan kerupuk karak. Bisa bersedekah dengan uang recehan. Allah menjawab doa saya. Karena Pandemi, jadwal keberangkatan saya diundur menjadi tahun 2023. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa wukuf di Arafah sampai nangis sepuasnya. Mewek sampai keluar ingus kalau salat dan berdoa di depan Ka'bah.
Kalau tidak mengajar di sekolah terus saya ngapain? Ya jadi pengangguran-lah. Hehe. Pengangguran tak kentara. Saya nanam sayuran umur pendek dan punya beberapa ekor ayam kampung (sampai 20-an ekor). Panen sayur sedikit dijual. Telur ayam dan ayam hidup/daging ayam dijual. Nah, pengangguran tapi berpenghasilan.
Nah, tidak jauh dengan profesi guru, saya juga mengajar privat. Awalnya menjadi tentor pada sebuah bimbel. Sekarang jadi guru privat mandiri. Jam kerja diatur sendiri, fleksibel. Kalau dulu mengajar di sekolah pada pagi sampai siang hari, sekarang kerja cuma sore hari maksimal 3 jam. Alhamdulillah, dari penghasilan menjadi guru privat ini sebagian saya bawa ke Mekah dan Madinah.
Enam tahun menjadi "pengangguran" hidup saya lebih tenang, tetap kecukupan, bisa kasih uang jajan buat anak yang masih sekolah, bisa beli pulsa/kuota, bisa belajar mandiri masak sambal goreng, masak opor ayam, buat roti panggang dan kukus, bisa menjamu tamu, dan lain-lain. Meski pengangguran tapi kaki tangan, dan pikiran terus bergerak.
Oya, 90% biaya hidup sehari-hari ditanggung suami. Suami saya baik hati 100% gajinya diberikan kepada saya. Lalu dibagi sesuai pos. Habis deh. Hahaha.
00000
Dokumentasi : pop mi itu mengingatkan kami saat di Mekah dan Madinah. Hampir semua jemaah haji Indonesia pernah mencicipi mi instan di tanah suci (tidak semua).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar